KAHMI DAN PENGUATAN NOBILITY CULTURE:
Sebuah Catatan Pinggir
Oleh: Murodi
Pengantar
Sejak berdiri pada 17 September 1966 di Surakarta, KAHMI telah banyak me¬ma-inkan peran dan kiprahnya di masyarakat, baik di dunia akademik maupun lain¬nya. Seperti diketahui, ide pendirian KAHMI didasari atas adanya keinginan se¬jumlah alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk membentuk wadah kekeluargaan bagi para alumni. Tujuan pendirian lembaga ini, antara lain, ada-lah dengan menghimpun dan memobilisasikan semua alumni HMI dalam suatu ikatan kekeluargaan serta dengan memelihara aspirasi cita-cita dan kepribadian HMI.
Dalam konteks ini, Agus Salim Sitompul mengatakan, bahwa kelahiran KAHMI merupakan artikulasi dan akumulasi dari sejumlah keberhasilan pengkaderan HMI. Terjalin hubungan aspiratif dan konstruktif antara HMI dan KAHMI, walaupun tidak terdapat hubungan organisatoris. Alumni HMI yang tergabung dalam KAHMI adalah wujud nyata sumber daya manusia yang dicita-citakan HMI, yaitu insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam, se-perti tertuang dalam konstitusi HMI. HMI harus tetap memiliki jiwa in¬de-penden kepada KAHMI, tegar, konsisten, bermoral dan etis.
Karena itu, hubungan antara HMI dan KAHMI tetap mesti dijaga, sebagai wadah silaturrahim. Meski dalam perjalanan sejarahnya, ada saja persoalan yang menyebabkan terjadinya hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.
Dalam konteks ini, saya tidak akan menjelaskan persoalan tersebut. karena fokusnya hanya pada peran KAHMI dalam penguatan Nobility Culture, sebuah konsep sosiologis yang berkembang dewasa ini. Itupun bukan berarti saya me-mahami betul tentang konsep ini, apalagi ahli dalam bidang yang sedang kita bicarakan ini.
Oleh karena itu, saya mohon maaf, jika penyampaian materi ini, baik dari segi konsep, penjelasan dan analisisnya tidak bagus, bahkan terkesan, menurut saya, agak ngawur.
Meskipun begitu, saya tetap berusaha semaksimal dan semampu saya untuk menjelaskan fokus tema silaturrahim dan halal bi halal KAHMI kali ini. Karena itu, supaya terkesan sistematis, hemat saya, perlu sedikit menjelaskan apa itu HMI dan KAHMI. Bukan untuk bernostalgia, tapi membangkitkan kembali ke-sadaran kita mengenai organisasi yang telah mengkader dan membesarkan kita, terutama bagi kawan-kawan di Ciputat.
HMI: Sejarah singkat.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta.HMI merupakan organisasi independen yang mempunyai tujuan:Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil mak-mur yang di ridhoi Allah SWT
Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut ::
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda.
a. Aspek Pemerintahan :
Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda. As-pek Hukum: Hukum berlaku diskriminatif. Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.-Ordo-nansi guru- Ordonansi sekolah liar.
b. Aspek ekonomi: Bangsa Indonesia berada dalam kondisi eko¬no-mi lemah;
c. Aspek kebudayaan: masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
d. Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembangnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
2. Adanya kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pema-haman, dan pengamalan ajaran Islam;
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan;.
4. Munculnya polarisasi politik;.
5. Berkembangnya faham dan Ajaran komunis;
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis;
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia;
8. Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan
Delapan hal ini merupakan kesadaran historis awal untuk menjelaskan bahwa Himpunan Mahasiswa Islam mesti ada dan berada dalam kehidupan gerakan kemahasiswaan di Indonesia tersebut. Kepedulian dan latarbelakang historis itu yang menyebabkan terhimpun mahasiswa-mahasiswa Islam di satu wadah yang diberi nama HMI. Gerakan ini memang sudah membesar, sejak awal dan sampai hari ini telah berapa cabang yang berdiri di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Walaupun harus diakui pula gerakan mahasiswa ini telah mengalami pasang surut dalam keberlangsungan organisasi maupun peran serta kiprah di masyarakat.
Dari sepanjang kelahiran tahun 1947-sekarang ini, organisasi Himpunan Maha-siswa Islam telah melakukan kaderisasi di berbagai level dan telah melahirkan ribuan alumninya, yang terhimpun dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang tersebar di seluruh Indonesia. KAHMI inilah merupakan tempat berkumpul, bersilataruhmi serta bertukar gagasan secara produktif un-tuk mem¬berikan kontribusi bagi pembangunan bangsa secara nasional. KAHMI dari ting¬kat nasional maupun di daerah telah bersinergi secara aktif dengan pe-merintah daerah sebagai bagian dari kontribusi dari organisasi ini untuk ke¬mas-lahatan dan kebaikan bersama, untuk tujuan yang mulia terwujudnya bangsa yang adil makmur dan sejahtera.
Sinergi dengan pemerintah daerah, misalnya, dalam pengembangan masyarakat, merupakan panggilan jiwa bagi anggota-anggota KAHMI. Karena mereka ada-lah para intelektual muslim yang dikader dalam proses kaderisasi HMI selama bertahun-tahun. Mereka memiliki bekal misi HMI sebagai insan akademis, insan pencipta, pengabdi, dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya, terma-suk per¬so¬al¬an-persoalan pembangunan di mana mereka berada.
KAHMI dalam perspektif modal sosial
Dari segi kuantitas, seberanya KAHMI memiliki anggota yang cukup banyak, dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai latar belakang pro-fesi yang sangat heterogen. Heterogenitas dari sisi profesi ini adalah asset besar dan merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, karena mereka adalah in-dividu-individu yang memiliki kemampuan intelektual dan kreatifitas yang sa-ngat luar biasa. Pertanyaannya kemudian, Bagaimana KAHMI yang tersebar ba-nyak itu bila dilihat dari persepektif modal sosial?
Sebelum membahas itu, kita mencoba mencari beberapa pengertian tentang mo-dal sosial tersebut menurut beberapa ahli, antara lain; Fukuyama (1995) men¬de-finisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma in¬for-mal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang me-mungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.1 Adapun Cox (1995) men¬de-finisikan, modal sosial sebagai suatu rangkian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang me-mungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.2
Partha dan Ismail S.(1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai hubungan-hu-bungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara ber-sama-sama.3 Pada jalur yang sama Solow (1999) mendefinisikan, modal sosial se¬bagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam pe¬ri-laku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas.4 Menurut Coleman, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama-sama demi mencapai tujuan bersama dalam berbagai kelompok dan organisasi.
Dari pengertian di atas, ada kata-kata kunci yang dapat ditarik kesimpulannya yakni; jaringan, norma-norma, dan kebajikan sosial. KAHMI dalam perspektif modal sosial? Bahwa dalam tubuh organisasi KAHMI ini ada jaringan, norma-norma, nilai-nilai yang terpenting ada keinginan dari para anggota untuk mem-bangun kebajikan sosial.
KAHMI dalam perspektif modal sosial, berarti jaringan yang luas dan jumlah anggota yang ba¬nyak dan tersebar di berbagai lini kehidupan, merupakan po-tensi besar. Potensi ini harus dimanfaatkan untuk menggerakkan roda organisasi KAHMI, sehingga organisasi ini menjadi gerakan yang massif dan dapat mem¬bawa perubahan bagi masyarakat banya, dan pada akhirnya akan terwujud ke¬bajikan sosial tersebut.
Dalam konteks ini, KAHMI seharusnya bahkan wajib bersifat proaktif terhadap segala persoalan pembangunan dan lingkungan di sekitarnya baik dengan mem¬berikan sumbangan pemikiran kritis maupun sebagai pelaksana pem-bangun¬an. Tentu saja dalam pelaksanaannya, anggota KAHMI tetap berpegang pada misi dan tujuan HMI "terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang berna¬fas¬kan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah swt." dengan tetap berpegang pada moto HMI "ilmu amaliah, amal ilmiah". KAHMI selalu menjaga "ukhuwah" dengan meningkatkan sila¬tura¬him, saling berkomunikasi dan memberikan informasi dalam jaringan organisasi tersebut.
KAHMI dan Penguatan Nobility Culture
Nobility dalam Kamus Bahasa Inggris yang ditulis John M. Echols dan Hassan Shadily diterjemahkan adalah agung atau ningrat. Nobility culture terjemahan bebasnya adalah kebudayaan yang agung (peradaban). Peradaban dalam bahasa Arab yakni tamaddun dan bahasa Inggris civilization. Tamadun dari akar kata madana yang secara literal berarti peradaban. Di kalangan penulis Arab, per¬ka¬taan tamaddun digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku Tarikh al-Tamaddun al-Islami (Sejarah Pera¬dab-an Islam), terbit 1902-1906.
Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Na-mun di Turkey orang dengan menggunakan akar madenah atau madana atau ma-daniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sen¬diri pada masa sekarang ini menggunakan kata haÌÉrah untuk peradaban, na¬mun kata tersebut tidak banyak diterima ummat Islam non-Arab yang ke¬ba¬nyakan lebih menyukai istilah tamaddun.5
Indikator wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, ke-dokteran dan lain sebagainya. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban ter-gantung maju mundurnya ilmu pengetahuan. Substansi peradaban dalam teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mung-kin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika ko¬mu-nitas itu membesar maka akan lahir peradaban agung. 6
KAHMI dari dulu sampai dengan sekarang telah ikut berperan aktif diberbagai lapisan kehidupan masyarakat serta memberi kontribusi yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan di tingkat nasionali. Melalui lembaga HMI ini telah banyak melahirkan alumninya sebagai para cendikiawan yang berfikir ke arah perubahan ini dididik dari berbagai disiplin ilmu yang didapatkan dari perguruan tinggi yang merupakan almamaternya pertama, dan HMI sendiri se¬bagai almamaternya yang kedua tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya be¬gitu saja terhadap kemajuan umat hari ini.
KAHMI diharapkan menjadi komunitas yang aktif untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu kunci membangun kebudayaan yang agung (nobility culture) tersebut. Gerakan pendidikan merupakan alternative kegiatan yang penting dalam kaitan hal ini. Pendidikan ini merupakan pilar untuk me-majukan bangsa yang bercirikan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam kaitan penguatan nobility culture bagi KAHMI perlu dilakukan adalah;
Pertama, menjadi subjek pengembangan pendidikan di masyarakat. KAHMI ha-rus menjadi inisiator sekaligus pelaku bagi usaha untuk menggiatkan pen¬di¬dik-an di masyarakat. Aktivitas ini mewajibkan para anggota KAHMI terjun lang-sung dan bergerak bersama-sama untuk mewujudkan tumbuhnya pendidikan di setiap tingkatan atau levelnya. Sehingga masyarakat kita benar-benar berpen-di¬dikan semua, mempunyai akses yang luas terhadap pendidikan dan mewu-judkan generasi-generasi muda yang cinta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kedua, menjadi akademisi atau peneliti yang berkontribusi melalui temuan-te-muannya bagi pembangunan masyarakat dan kebudayaan secara umumnya. Te-muan-temuan ilmiah di beragam bidang IPTEK dapat menghasilkan peru¬bahan-perubahan bagi masyarakatnya serta pilar penting bagi terwujudnya peradaban maju bagi bangsa dan negara ini.
Ketiga, penyedia bagi sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan kerja-kerja ilmiah lainnya. Institusi KAHMI maupun anggota terutama yang tersebar di se-luruh pelosok daerah bersinergi untuk penyediaan sarana dan prasarana ter-sebut. Jaringan KAHMI yang luas dan beragam ini potensial bila digerakkan dan disinergikan untuk membangun dunia pendidikan, dan memperkaya bang-sa dan negara dengan Ilmu pengetahuan sebagai landasan untuk penguataan nobility culture tersebut.
Berkaitan dengan penguatan nobility culture yang lebih cocok paradigma pen-di¬dikannya adalah paradigma organik. Karakteristik paradigm paradigm organic adalah memandang sekolah sebagai bagian dari pendidikan, dimana dalam ke¬hidupan, sekolah tidak dapat dipisahkan dari masyarakatnya.7 Paradigma pen¬didikan organik lebih menitikberatkan pada learning, bukan pada teaching. Para¬digma pendidikan organic memiliki orientasi learning dengan prinsip;
1.Learning to know
2.Learning to do
3.Learning to be
4.Learning to life together
Sebagaimana dikatakan Zamroni Ph.D, bahwa paradigma pendidikan organic dalam praktek serta pelaksanaan didukung kebijakan sebagai berikut;8
1.Mengembangkan Masyarakat Pembelajaran;
2.Mengembangkan Broad Based Education;
3.Menimbulkan napas kekeluargaan di sekolah;
4.Mengembangkan kurikulum yang fleksibel;
5.Meredefinisi mutu hasil belajar.
Kenapa perlu paradigma organik dalam pendidikan kita/nasional? Karena para¬digma pendidikan mekanik-reduksionisme selama ini dianut oleh kita tidak lagi memberikan harapan pada pembangunan bangsa dan peradaban yang luhur, seperti kita lihat sekarang ini. Melalui paradigma baru ini pendidikan akan mampu berperan dalam membangun kembali moral bangsa guna membangun peradaban bangsa.
Penutup
Peran KAHMI dalam penguatan nobility culture terutama dilakukan melalui bidang pendidikan. Pendidikan ini yang akan mewujudkan hidupnya ilmu pe-ngetahuan dan teknologi di masyarakat. Ilmu pengetahuan adalah substansi dari terwujudnya peradaban. Biar peradaban itu menjadi luhur dan berlan-daskan moral yang tinggi maka paradigm pendidikan adalah organic bukan mekanik-reduksionisme yang banyak dianut oleh pendidikan kita sekarang ini.
Demikian,
Terima kasih,
Billahittaufiq walhidayah
Wassalamu’alaikum wr.wb.
* Murodi adalah Guru Besar Sejrah Islam UIN Jakarta dan Peneliti Senior Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar